BAB
I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang penuh dengan masalah. Tiada seorang pun hidup
di dunia ini tanpa suatu masalah, baik dengan diri sendiri maupun orang lain.
Manusia yang baik adalah manusia yang mampu keluar dari setiap permasalahan
hidupnya. Manusia yang mampu menyesuaikan diri dengan realitas yang ada dan
memiliki identitas adalah manusia yang dapat berkembang dengan baik dan sehat.
Untuk membantu manusia keluar dari masalahnya dan memperoleh identitas
diperlukan suatu terapi.
Di balik semua itu, banyak manusia yang masih belum mencapai identitas
keberhasilannya. Mereka masih belum dapat mencapai kebutuhan dasar
psikologisnya, yaitu kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta kebutuhan
untuk merasakan bahwa Ia berguna bagi diri sendiri maupun orang lain.
Pada dewasa
ini, banyak sekali pendekatan-pendekatan terapi yang dipelajari oleh konselor.
Pendekatan-pendekatan tersebut antara lain : Pendekatan Client-Centered, Terapi Gestalt,
Terapi Tingkah Laku, Terapi Rasional-Emotif, Terapi Realitas, dan lain-lain.
Diantara berbagai pendekatan-pendekatan dan terapi tersebut, pendekatan dengan
Terapi Realitas menunjukkan perbedaan yang besar dengan sebagian besar
pendekatan konseling dan psikoterapi yang ada. Terapi Realitas juga telah
meraih popularitas di kalangan konselor sekolah, para guru dan pimpinan sekolah
dasar dan sekolah menengah, dan para pekerja rehabilitasi. Selain itu, Terapi
Realitas menyajikan banyak masalah dasar dalam konseling yang menjadi dasar
pernyataan-pernyataan seperti: Apa kenyataan itu? Haruskah terapis
mengajar pasiennya? Apa yang harus diajarkan? Dan sebagainya. Sistem Terapi
Realitas difokuskan pada tingkah laku sekarang. Oleh karena itu, seorang
konselor maupun calon konselor wajib mempelajari Terapi Realitas.
2.
Rumusan
Masalah
Dalam makalah ini
penulis bermaksud membahas tentang :
1. Pengertian
Konseling Realitas.
2. Tujuan,
Konsep dasar Asumsi Bermasalah, Peran Konselor, Deskripsi proses
konseling, Teknik Konseling, Kelebihan Dan Keterbatasan Konseling realitas.
3.
Tujuan
1. Untuk memenuhi kewajiban dalam mata kuliah Teori-Teori Konseling II.
2.
Untuk
mengetahui pandangan Terapi Realitas.
BAB
II
PEMBAHASAN
KONSELING REALITAS
A.
Pengertian
Terapi realitas adalah suatu sistem yang difokuskan pada tingkah laku
sekarang. Terapis berfungsi sebagai guru dan model serta mengonfrontasikan
klien dengan cara-cara yang bisa membantu klien menghadapi kenyataan dan
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun
orang lain. Tujuan terapi ini ialah membantu seseorang untuk mencapai otonomi.
Terapi Realitas adalah suatu bentuk modifikasi tingkah laku karena dalam
penerapan-penerapan institusionalnya, merupakan tipe pengkondisian operan
yang tidak ketat. Glasser mengembangkan terapi realitas dan meraih
popularitasnya karena berhasil menerjemahkan sejumlah konsep modifikasi tingkah
laku ke dalam model praktek yang relatif sederhana dan tidak berbelit-belit.
B.
Konsep Kepribadian
Menurut terapi realitas, ada lima macam kebutuhan pokok manusia, antara
lain kepemilikan, kekuasaan, kebebasan, ketergantungan, dan fisiologis. Dalam
mencapai tujuan hidup ini manusia diatur oleh adanya rambu-rambu, yaitu
tanggung jawab, realitas, dan benar.
Ada beberapa ciri yang menentukan terapi realitas, yaitu sebagai berikut :
1. Terapi realitas menolak konsep tentang penyakit
mental. Ia berasumsi bahwa bentuk-bentuk gangguan tingkah laku yang spesifik
adalah akibat dari ketidakbertanggungjawaban. Pendekatan ini tidak berurusan
dengan diagnosis-diagnosis psikologis. Ia mempersamakan gangguan mental dengan
tingkah laku yang tidak bertanggung jawab dan kesehatan mental dengan tingkah
laku yang bertanggung jawab.
2. Terapi realitas menekankan kesadaran atas tingkah laku
sekarang. Terapis realitas juga tidak bergantung pada pemahaman untuk mengubah
sikap-sikap, tetapi menekankan bahwa perubahan sikap mengikuti perubahan
tingkah laku.
3. Terapi realitas berfokus pada saat sekarang, bukan
kepada masa lampau. Karena Karena masa lampau seseorang itu telah tetap dan
tidak bisa diubah, maka yang bisa diubah hanyalah saat sekarang dan masa yang
akan datang.
4. Terapi realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan
nilai. Terapi realitas menempatkan pokok kepentingannya pada peran klien dalam
menilai kualitas tingkah lakunya sendiri dalam menentukan apa yang membantu
kegagalan yang dialaminya. Terapi ini beranggapan bahwa perubahan mustahil
terjadi tanpa melihat pada tingkah laku dan membuat beberapa ketentuan mengenai
sifat-sifat konstruktif dan destruktifnya.
5. Terapi realitas tidak menekankan transferensi. Ia
tidak memandang konsep tradisional tentang transferensi sebagai hal yang
penting. Ia memandang transferensi sebagai suatu cara bagi terapis untuk tetap
bersembunyi sebagai pribadi. Terapi realitas mengimbau agar para terapis
menempuh cara beradanya yang sejati, yakin bahwa mereka menjadi diri sendiri,
tidak memainkan peran sebagai ayah atau ibu klien.
6. Terapi realitas menghapus hukuman. Glasser
mengingatkan bahwa pemberian hukuman guna mengubah tingkah laku tidak efektif,
dan bahwa hukuman untuk kegagalan melaksanakan rencana-rencana mengakibatkan
perkuatan identitas kegagalan pada klien dan perusakan hubungan terapeutik.
7. Terapi realitas menekankan tangung jawab yang
didefinisikan sebagai “kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sendiri dan
melakukannya dengan cara tidak mengurangi kemampuan orang lain dalam memenuhi
kebutuhann-kebutuhan mereka.” Belajar tanggung jawab adalah proses seumur
hidup.
C.
Konsep
Dasar
Manusia pada hakekatnya adalah
makhluk yang memiliki kebutuhan dasar dan dalam kehidupannya mereka berusaha
memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan dasar manusia meliputi kebutuhan
bertahan hidup (survival), mencintai dan dicintai (love and belonging),
kekuasaan atau prestasi (power or achievement), kebebasan atau kemerdekaan
(freedom or independence), dan kesenangan (fun) (Corey, 2005). Glesser (2000)
meyakini bahwa di antara kebutuhan dasar tersebut kebutuhan mencintai dan
dicintai merupakan yang utama dan paling sukar pemenuhannya.
Keberhasilan individu dalam
memenuhi kebutuhan dasarnya akan memberikan identitas berhasil pada dirinya,
sedangkan kegagalan akan pemenuhan kebutuhan dasar menyebabkan individu
mengembangkan identitas gagal (Rasjidan, 1994). Individu yang memiliki identitas
berhasil akan menjalankan kehidupannya sesuai dengan prinsip 3 R, yaitu right,
responsibility, dan reality (Ramli, 1994). Right merupakan nilai atau norma
patokan sebagai pembanding untuk menentukan apakah suatu perilaku benar atau
salah. Responsibility merupakan kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya
tanpa mengganggu hak-hak orang lain. Reality merupakan kesediaan individu untuk
menerima konsekuensi logis dan alamiah dari suatu perilaku.
Individu, dalam kehidupan
sehari-hari, tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara langsung. Individu
berusaha melakukan sesuatu yang dapat membuat mereka merasa nyaman. Hal ini
yang disebut “kehidupan yang berkualitas” (quality world). Dunia yang
berkualitas merupakan “surga pribadi” yang diharapkan setiap individu. Jadi bisa
diartikan Quality World adalah cara pandang yang unik untuk memenuhi kebutuhan. Kehidupan yang berkualitas didasarkan atas kebutuhan dasar, tetapi dunia
yang berkualitas berbeda dengan kebutuhan. Dunia yang berkualitas bersifat
umum, sedangkan dunia yang berkualitas bersifat khusus. Agar individu dapat
memperoleh dunia yang berkualitas dengan baik maka individu harus berhubugan
dengan orang lain; yakni orang-orang yang dekat dengan kita dan nyaman bila
didekatnya. Ada dua pokok inti dalam konseling realitas yang
dijadikan sebagai titik tolak kegiatn pada konseling Realitas dalam
menganalisis masalah-masalah klein, antara lain :
1.
Right : adalah
kebenaran dari tingkah laku seseorang dengan standar norma yang berlaku baik
itu norma agama, hukum, dan lain-lain.
2.
Reality : adalah
kenyataan, yaitu individu bertingkah laku sesuai dengan kenyataan yang ada.
3.
Responbility : adalah
bertanggung jawab, yaitu tingkah laku dalam memenuhi kebutuhan dengan
menggunakan cara yang tidak merugikan orang lain.
D.
Asumsi
Perilaku Bermasalah
Reality therapy pada dasarnya tidak mengatakan bahwa perilaku individu itu
sebagai perilaku yang abnormal. Konsep perilaku menurut konseling realitas
lebih dihubungkan dengan berperilaku yang tepat atau berperilaku yang tidak
tepat. Menurut Glasser, bentuk dari perilaku yang tidak tepat tersebut
disebabkan karena ketidak mampuannya dalam memuaskan kebutuhannya, akibatnya kehilangan
”sentuhan” dengan realitas objektif, dia tidak dapat melihat sesuatu sesuai
dengan realitasnya, tidak dapat melihat sesuatu sesuai dengan realitasnya,
tidak dapat melakukan atas dasar kebenaran, tangguang jawab dan realitas.
Meskipun konseling realitas tidak menghubungkan perilaku manusia dengan
gejala abnormalitas, perilaku bermasalah dapat disepadankan dengan istilah
”identitas kegagalan”. Identitas kegagalan ditandai dengan keterasingan,
penolakan diri dan irrasionalitas, perilakunya kaku, tidak objektif, lemah,
tidak bertanggung jawab, kurang percaya diri dan menolak kenyataan.
Menurut Glasser (1965, hlm.9), basis dari terapi realitas adalah membantu
para klien dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya, yang
mencangkup “kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta kkebutuhan untuk
merasakan bahwa kita berguna baik bagi diri kita sendiri maupun bagi oaring
lain”.
Pandangan tentang sifat manusia mencakup pernyataan bahwa suatu “kekuatan pertumbuhan” mendorong kita untuk berusaha mencapai suatu identitas keberhasilan. Penderitaan pribadi bisa diubah hanya dengan perubahan identitas. Pandangan terapi realitas menyatakan bahwa, karena individu-individu bisa mengubaha cara hidup, perasaan, dan tingkah lakunya, maka merekapun bisa mengubah identitasnya. Perubahan identitas tergantung pada perubahan tingkah laku.
Pandangan tentang sifat manusia mencakup pernyataan bahwa suatu “kekuatan pertumbuhan” mendorong kita untuk berusaha mencapai suatu identitas keberhasilan. Penderitaan pribadi bisa diubah hanya dengan perubahan identitas. Pandangan terapi realitas menyatakan bahwa, karena individu-individu bisa mengubaha cara hidup, perasaan, dan tingkah lakunya, maka merekapun bisa mengubah identitasnya. Perubahan identitas tergantung pada perubahan tingkah laku.
Maka jelaslah bahwa terapi realitas yidak berpijak pada filsafat
deterministik tentang manusia, tetapi dibangun diatas asumsi bahwa manusia
adalah agen yang menentukan dirinya sendiri. Perinsip ini menyiratkan bahwa
masing-masing orang memilkiki tanggung jawab untuk menerima
konsekuensi-konsekuensi dari tingkah lakunya sendiri. Tampaknya, orang menjadi
apa yang ditetapkannya.
E.
Tujuan
Tujuan utama pendekatan
konseling ini untuk membantu menghubungkan (connect) atau menghubungkan ulang
(reconnected) klien dengan orang lain yang mereka pilih untuk mendasari
kualitas hidupnya. Di samping itu, konseling realitas juga bertujuan untuk
membantu klien belajar memenuhi kebutuhannya dengan cara yang lebih baik, yang
meliputi kebutuhan mencintai dan dicintai, kekuasaan atau berprestasi,
kebebasan atau independensi, serta kebutuhan untuk senang. Sehingga mereka
mampu mengembangkan identitas berhasil. Tujuan konseling realitas adalah
sebagai berikut :
- Menolong individu agar mampu mengurus diri sendiri, supaya dapat menentukan dan melaksanakan perilaku dalam bentuk nyata.
- Mendorong konseli agar berani bertanggung jawab serta memikul segala resiko yang ada, sesuai dengan kemampuan dan keinginannya dalam perkembangan dan pertumbuhannya.
- Mengembangkan rencana-rencana nyata dan realistik dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
- Perilaku yang sukses dapat dihubungkan dengan pencapaian kepribadian yang sukses, yang dicapai dengan menanamkan nilai-nilai adanya keinginan individu untuk mengubahnya sendiri.
- Terapi ditekankan pada disiplin dan tanggung jawab atas kesadaran sendiri.
F.
Peran
Konselor
Tugas dasar konselor adalah melibatkan diri dengan
konseli dan kemudian membuatnya untuk menghadapi kenyataan. Yang antara lain
sebagai berikut :
- Bertindak sebagai pembimbing yang membantu konseli agar bisa menilai tingkah lakunya sendiri secara realistis.
- Berperan sebagai moralis.
- Motivator. (Menyampaikan dan meyakinkan kepada klien bahwa seburuk apapun suatu kondisi masih ada harapan)
- Sebagai guru. (Mengajarkan klien untuk mengevaluasi perilakunya, misalnya dengan bertanya, “Apakah perilaku Anda (atau nama) saat ini membantu Anda untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan Anda?)
- Memberikan kontrak.
- Mengembangkan kondisi fasilitatif dalam konseling dan hubungan baik dengan klien.
G.
Deskripsi
proses konseling
Langkah-langkah yang ditempuh :
- Menciptakan hubungan kerja dengan klien
- Tahap krisis bagi klien yaitu kesukaran dalam mengemukakan masalahnya dan melakukan transferensi.
- Tilikan terhadap masa lalu klien terutama pada masa kanak-kanaknya
- Pengembangan reesitensi untuk pemahaman diri
- Pengembangan hubungan transferensi klien dengan konselor.
- Melanjutkan lagi hal-hal yang resistensi.
- Menutup wawancara konseling
H.
Teknik
Konseling
Terapi realitas bisa ditandai sebagai terapi yang aktif secara verbal.
Dalam membantu klien dalam menciptakan identitas keberhasilan, terapis bisa
menggunakan beberapa teknik sebagai berikut :
1. Terlibat dalam permainan peran dengan klien;
2. Menggunakan humor;
3. Mengonfrontasikan klien dan menolak dalih apapun;
4. Membantu klien dalam merumuskan rencana-rencana yang spesifik bagi
tindakan;
5. Bertindak sebagai model dan guru;
6. Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi;
7. Menggunakan “terapi kejutan
verbal” atau sarkasme yang layak untuk
mengonfrontasikan klien dengan
tingkah lakunya yang tidak realistis; dan
8.
Melibatkan
diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih
efektif.
Terapi realitas tidak memasukkan sejumlah teknik yang secara umum diterima
oleh pendekatan-pendekatan terapi lain. Pempraktek terapi realitas berusaha
membangun kerja sama dengan para klien untuk membantu mereka dalam mencapai
tujuan-tujuannya. Teknik-teknik diagnostik tidak menjadi bagian dari terapi
realitas. Teknik-teknik lain yang tidak digunakan adalah penafsiran, pemahaman,
wawancara-wawancara non direktif, sikap diam yang berkepanjangan, asosiasi
bebas, analisis transferensi dan resistensi, dan analisis mimpi.
I.
Kelebihan
Dan Keterbatasan
a.
Kelebihan
Karakteristik
pendekatan konseling realitas secara khusus menekankan pada akuntabilitas.
Aspek lain dari pendekatan konseling realitas yang disokong Corey (1985)
termasuk ide-idednya yang tidak menerima alas an dari gagalnya pelaksanaan
kontrak dan menghindari hukuman atau menyalahkan
b.
Keterbatasan
Di anggap terlalu sederhana dan dangkal. Di akui bahwa kritik pendekatan
konseling realitas pada daerah ini. Glasser juga menyetujui bahwa delapan tahap
dari pendekatan konseling realitas adalah sederhana dan jelas leebih menekankan
pada praktek dan tidak pada materi yang sederhana.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Terapi
realitas tampaknya sangat cocok bagi intervensi-intervensi singkat dalam
situasi-situasi konseling krisis dan bagi penanganan para remaja dan
orang-orang dewasa penghuni lembaga-lembaga untuk tingkah laku kriminal. Secara
realistis, penggunaan psikoterapi jangka panjang yang mengeksprolasi
dinamika-dinamika tak sadar dan masa lampau seseorang pada situasi-situasi dan
tipe orang-orang tersebut diatas sangan terbatas. Glasser mengembangkan
pendekatannya karena keyakinannya bahwa prosedur-prosedur psikonalitik tidak
berhasil bagi populasi itu. Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari terapi
realitas tampaknya adalah jangka waktunya yang relatif pendek dan berurusan
dengan masalah-masalah tingkah laku sadar.
Akhirnya,
pandangan Glasser tentang penyakit mental “ketidakbertanggungjawaban” adalah
pandangan yang kontrovesial. Ia tidak mw mengakui bahwa banyak pasien mental
adalah orang-orang yang sangat bertanggung jawab sebelum mulai menunjukkan
gejala-gejala mereka.