BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dan Konsep Dasar
1. Pengertian
Rasional emotive adalah teori yang berusaha memahami manusia
sebagaimana adanya. Manusia adalah subjek yang sadar akan dirinya dan sadar
akan objek-objek yang dihadapinya. Manusia adalah makhluk berbuat dan
berkembang dan merupakan individu dalam satu kesatuan yang berarti manusia
bebas, berpikir, bernafas, dan berkehendak. (Willis, 2004). Yang dimaksud
dengan konseling RET atau yang lebih dikenal dengan Rational Emotive Behavior
Therapy (REBT) adalah konseling yang menekankan dan interaksi berfikir dan akan
sehat (rasional thingking), perasaan (emoting), dan berperilaku (acting). Bahwa
teori ini menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam terhadap cara berpikir
dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan
berperilaku.
2. Konsep Dasar
Menurut Albert Ellis, manusia pada
dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan
irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif,
bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu
itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan
oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan
psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara berpikir yang
tidak logis dan irasional, yang mana emosi yang menyertai individu dalam
berpikir penuh dengan prasangka, sangat personal, dan irasional.
Berpikir irasional ini diawali dengan
belajar secara tidak logis yang biasanya diperoleh dari orang tua dan budaya
tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari kata-kata yang
digunakan. Kata-kata yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan
kata-kata yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran
negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional
dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara
verbalisasi yang rasional.
Pandangan pendekatan rasional emotif
tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis :
ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event
(A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian
dikenal dengan konsep atau teori ABC.
1.
Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang
dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian,
tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa,
dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi
seseorang.
2.
Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau
verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua
macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan
yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional
merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal,
bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional
merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk
akal, emosional, dan keran itu tidak produktif.
3.
Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional
sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan
emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini
bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara
dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
Selain itu, Ellis juga menambahkan D
dan E untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus melawan (dispute; D)
keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya bisa menikmati dampak-dampak
(effects; E) psikologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional.
Sebagai contoh, “orang depresi merasa
sedih dan kesepian karena dia keliru berpikir bahwa dirinya tidak pantas dan
merasa tersingkir”. Padahal, penampilan orang depresi sama saja dengan orang
yang tidak mengalami depresi. Jadi, Tugas seorang terapis bukanlah menyerang
perasaan sedih dan kesepian yang dialami orang depresi, melainkan menyerang
keyakinan mereka yang negatif terhadap diri sendiri.
Walaupun tidak terlalu penting bagi
seorang terapis mengetahui titik utama keyakinan-keyakinan irasional tadi,
namun dia harus mengerti bahwa keyakinan tersebut adalah hasil “pengondisian
filosofis”, yaitu kebiasaan-kebiasaan yang muncul secara otomatis, persis
seperti kebiasaan kita yang langsung mengangkat dan menjawab telepon setelah
mendengarnya berdering.
B. Asumsi Prilaku Bermasalah
Dalam perspektif pendekatan
konseling rasional emotif tingkah laku bermasalah, didalamnya merupakan tingkah
laku yang didasarkan pada cara berpikir yang irrasional.
Adapun ciri-ciri berpikir irasional adalah :
1.
Tidak dapat dibuktikan
2.
Menimbulkan perasaan tidak enak (kecemasan, kekhawatiran,
prasangka) yang sebenarnya tidak perlu
3.
Menghalangi individu untuk berkembang dalam kehidupan
sehari-hari yang efektif
Sebab-sebab individu tidak mampu berpikir secara rasional
disebabkan oleh:
1.
Individu tidak berpikir jelas tentang saat ini dan yang akan
datang, antara kenyatan dan imajinasi
2.
Individu tergantung pada perencanaan dan pemikiran orang
lain
3.
Orang tua atau masyarakat memiliki kecenderungan berpikir
irasional yang diajarkan kepada individu melalui berbagai media.
Indikator sebab keyakinan irasional adalah:
1.
Manusia hidup dalam masyarakat adalah untuk diterima dan
dicintai oleh orang lain dari segala sesuatu yang dikerjakan.
2.
Banyak orang dalam kehidupan masyarakat yang tidak baik,
merusak, jahat, dan kejam sehingga mereka patut dicurigai, disalahkan, dan
dihukum.
3.
Kehidupan manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai
malapetaka, bencana yang dahsyat, mengerikan, menakutkan yang mau tidak mau
harus dihadapi oleh manusia dalam hidupnya.
4.
Lebih mudah untuk menjauhi kesulitan-kesulitan hidup
tertentu dari pada berusaha untuk menghadapi dan menanganinya.
5.
Penderitaan emosional dari seseorang muncul dari tekanan
eksternal dan bahwa individu hanya mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk
menghilangkan penderitaan emosional tersebut.
6.
Pengalaman masa lalu memberikan pengaruh sangat kuat
terhadap kehidupan individu dan menentukan perasaan dan tingkah laku individu
pada saat sekarang.
7.
Untuk mencapai derajat yang tinggi dalam hidupnya dan untuk
merasakan sesuatu yang menyenangkan memerlukan kekuatan supranatural.
8.
Nilai diri sebagai manusia dan penerimaan orang lain
terhadap diri tergantung dari kebaikan penampilan individu dan tingkat
penerimaan oleh orang lain terhadap individu.
Menurut Albert Ellis juga
menambahkan bahwa secara biologis manusia memang “diprogram” untuk selalu
menanggapi “pengondisian-pengondisian” semacam ini. Keyakinan-keyakinan
irasional tadi biasanya berbentuk pernyataan-pernyataan absolut. Ada beberapa
jenis “pikiran-pikiran yang keliru” yang biasanya diterapkan orang, di
antaranya:
1. Mengabaikan hal-hal yang positif,
2. Terpaku pada yang negatif,
3. Terlalu cepat menggeneralisasi.
Secara ringkas, Ellis mengatakan bahwa ada tiga keyakinan
irasional:
1. “Saya harus punya kemampuan
sempurna, atau saya akan jadi orang yang tidak berguna”:
2. “Orang lain harus memahami dan
mempertimbangkan saya, atau mereka akan menderita”.
3. “Kenyataan harus memberi
kebahagiaan pada saya, atau saya akan binasa”
C. Tujuan Konseling
Tujuan dari
Konseling RET ini antara lain:
1.
Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara
berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak
logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan
diri, meningkatkan sel-actualizationnya seoptimal mungkin melalui tingkah laku
kognitif dan afektif yang positif.
2.
Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang
merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa
cemas, merasa was-was, rasa marah.
Tiga tingkatan
insight yang perlu dicapai klien dalam konseling dengan pendekatan
rasional-emotif :
1.
Insight dicapai ketika klien memahami tentang
tingkah laku penolakan diri yang dihubungkan dengan penyebab sebelumnya yang
sebagian besar sesuai dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang
diterima (antecedent event) pada saat yang lalu.
2.
Insight terjadi ketika konselor membantu klien
untuk memahami bahwa apa yang menganggu klien pada saat ini adalah karena
berkeyakinan yang irasional terus dipelajari dari yang diperoleh sebelumnya.
3.
Insight dicapai pada saat konselor membantu
klien untuk mencapai pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar
dari hembatan emosional kecuali dengan mendeteksi dan melawan keyakinan yang
irasional.
Klien yang telah memiliki keyakinan rasional
terjadi peningkatan dalam hal :
(1) minat kepada diri sendiri,
(2) minat sosial,
(3) pengarahan diri,
(4) toleransi terhadap pihak lain,
(5) fleksibel,
(6) menerima ketidakpastian,
(7) komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya,
(8) penerimaan diri,
(9) berani mengambil risiko,
(10)
menerima kenyataan.
Ellis berulang
kali menegaskan bahwa betapa pentingnya “kerelaan menerima diri-sendiri”. Dia
mengatakan, dalam RET, tidak seorang pun yang akan disalahkan, dilecehkan,
apalagi dihukum atas keyakinan atau tindakan mereka yang keliru. Kita harus
menerima diri sebagaimana adanya, menerima sebagaimana apa yang kita capai dan
hasilkan. Dia mengkritik teori-teori yang terlalu menekankan kemuliaan pribadi
dan ketegaran ego serta konsep-konsep senada lainnya.
D. Peran Konselor
Peran Konselor di sini dibagi menjadi 2 yaitu:
1.
Aktif:
berbicara, mengkonfrontasikan (yang
irrasional), menafsirkan, menyerang falsafah yang menyalahkan diri