Jumat, 12 April 2013

Teori Rasional Emotif


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Dan Konsep Dasar

1.      Pengertian
Rasional emotive adalah teori yang berusaha memahami manusia sebagaimana adanya. Manusia adalah subjek yang sadar akan dirinya dan sadar akan objek-objek yang dihadapinya. Manusia adalah makhluk berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu kesatuan yang berarti manusia bebas, berpikir, bernafas, dan berkehendak. (Willis, 2004). Yang dimaksud dengan konseling RET atau yang lebih dikenal dengan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah konseling yang menekankan dan interaksi berfikir dan akan sehat (rasional thingking), perasaan (emoting), dan berperilaku (acting). Bahwa teori ini menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam terhadap cara berpikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku.
2.      Konsep Dasar
Menurut Albert Ellis, manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional, yang mana emosi yang menyertai individu dalam berpikir penuh dengan prasangka, sangat personal, dan irasional.
Berpikir irasional ini diawali dengan belajar secara tidak logis yang biasanya diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari kata-kata yang digunakan. Kata-kata yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan kata-kata yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.

Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
1.      Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.
2.      Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif.
3.      Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
Selain itu, Ellis juga menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus me­lawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya bisa menikmati dampak-dampak (effects; E) psi­kologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional.
Sebagai contoh, “orang depresi merasa sedih dan ke­sepian karena dia keliru berpikir bahwa dirinya tidak pantas dan merasa tersingkir”. Padahal, penampilan orang depresi sama saja dengan orang yang tidak mengalami depresi. Jadi, Tugas seorang terapis bukanlah menyerang perasaan sedih dan kesepian yang dialami orang depresi, melainkan me­nyerang keyakinan mereka yang negatif terhadap diri sendiri.

Walaupun tidak terlalu penting bagi seorang terapis mengetahui titik utama keyakinan-keyakinan irasional tadi, namun dia harus mengerti bahwa keyakinan tersebut adalah hasil “pengondisian filosofis”, yaitu kebiasaan-kebiasaan yang muncul secara otomatis, persis seperti kebiasaan kita yang langsung mengangkat dan menjawab telepon setelah mendengarnya berdering.

B.  Asumsi Prilaku Bermasalah
Dalam perspektif pendekatan konseling rasional emotif tingkah laku bermasalah, didalamnya merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir yang irrasional.
Adapun ciri-ciri berpikir irasional adalah :
1.         Tidak dapat dibuktikan
2.         Menimbulkan perasaan tidak enak (kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang sebenarnya tidak perlu
3.         Menghalangi individu untuk berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif
Sebab-sebab individu tidak mampu berpikir secara rasional disebabkan oleh:
1.         Individu tidak berpikir jelas tentang saat ini dan yang akan datang, antara kenyatan dan imajinasi
2.         Individu tergantung pada perencanaan dan pemikiran orang lain
3.         Orang tua atau masyarakat memiliki kecenderungan berpikir irasional yang diajarkan kepada individu melalui berbagai media.
Indikator sebab keyakinan irasional adalah:
1.    Manusia hidup dalam masyarakat adalah untuk diterima dan dicintai oleh orang lain dari segala sesuatu yang dikerjakan.
2.    Banyak orang dalam kehidupan masyarakat yang tidak baik, merusak, jahat, dan kejam sehingga mereka patut dicurigai, disalahkan, dan dihukum.
3.    Kehidupan manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai malapetaka, bencana yang dahsyat, mengerikan, menakutkan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh manusia dalam hidupnya.
4.    Lebih mudah untuk menjauhi kesulitan-kesulitan hidup tertentu dari pada berusaha untuk menghadapi dan menanganinya.
5.    Penderitaan emosional dari seseorang muncul dari tekanan eksternal dan bahwa individu hanya mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk menghilangkan penderitaan emosional tersebut.
6.    Pengalaman masa lalu memberikan pengaruh sangat kuat terhadap kehidupan individu dan menentukan perasaan dan tingkah laku individu pada saat sekarang.
7.    Untuk mencapai derajat yang tinggi dalam hidupnya dan untuk merasakan sesuatu yang menyenangkan memerlukan kekuatan supranatural.
8.    Nilai diri sebagai manusia dan penerimaan orang lain terhadap diri tergantung dari kebaikan penampilan individu dan tingkat penerimaan oleh orang lain terhadap individu.
Menurut Albert Ellis juga menambahkan bahwa secara biologis manusia memang “diprogram” untuk selalu menanggapi “pengondisian-pengondisian” semacam ini. Keyakinan-keyakinan irasional tadi biasanya berbentuk pernyataan-pernyataan absolut. Ada beberapa jenis “pikiran­-pikiran yang keliru” yang biasanya diterapkan orang, di antaranya:
1. Mengabaikan hal-hal yang positif,
2. Terpaku pada yang negatif,
3. Terlalu cepat menggeneralisasi.
Secara ringkas, Ellis mengatakan bahwa ada tiga ke­yakinan irasional:
1. “Saya harus punya kemampuan sempurna, atau saya akan jadi orang yang tidak berguna”:
2. “Orang lain harus memahami dan mempertimbang­kan saya, atau mereka akan menderita”.
3. “Kenyataan harus memberi kebahagiaan pada saya, atau saya akan binasa”


C.  Tujuan Konseling

Tujuan dari Konseling RET ini antara lain:
1.        Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan sel-actualizationnya seoptimal mungkin melalui tingkah laku kognitif dan afektif yang positif.
2.        Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah.
Tiga tingkatan insight yang perlu dicapai klien dalam konseling dengan pendekatan rasional-emotif :
1.        Insight dicapai ketika klien memahami tentang tingkah laku penolakan diri yang dihubungkan dengan penyebab sebelumnya yang sebagian besar sesuai dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang diterima (antecedent event) pada saat yang lalu.
2.        Insight terjadi ketika konselor membantu klien untuk memahami bahwa apa yang menganggu klien pada saat ini adalah karena berkeyakinan yang irasional terus dipelajari dari yang diperoleh sebelumnya.
3.        Insight dicapai pada saat konselor membantu klien untuk mencapai pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hembatan emosional kecuali dengan mendeteksi dan melawan keyakinan yang irasional.
Klien yang telah memiliki keyakinan rasional terjadi peningkatan dalam hal :
(1) minat kepada diri sendiri,
(2) minat sosial,
(3) pengarahan diri,
(4) toleransi terhadap pihak lain,
(5) fleksibel,
(6) menerima ketidakpastian,
(7) komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya,
(8) penerimaan diri,
(9) berani mengambil risiko,
(10) menerima kenyataan.
Ellis berulang kali menegaskan bahwa betapa pentingnya “kerelaan menerima diri-sendiri”. Dia mengatakan, dalam RET, tidak seorang pun yang akan disalahkan, dilecehkan, apalagi dihukum atas keyakinan atau tindakan mereka yang keliru. Kita harus menerima diri sebagaimana adanya, menerima sebagaimana apa yang kita capai dan hasilkan. Dia mengkritik teori-teori yang terlalu menekankan kemuliaan pribadi dan ketegaran ego serta konsep-konsep senada lainnya.

D.  Peran Konselor

Peran Konselor di sini dibagi menjadi 2 yaitu:
1.    Aktif: berbicara, mengkonfrontasikan (yang irrasional), menafsirkan, menyerang falsafah yang menyalahkan diri

5 komentar: